Aku Tetap Berdiri, Bahkan Setelah Kamu Pergi


Asal kamu tahu. Kepergianmu pernah mengubah susunan besar yang sudah kutata baik-baik selama ini. Jika hati bisa berderak maka kehilangan kamu tak cuma membuat hatiku patah. Tapi juga membuat telingaku pekak.

Beberapa saat lamanya aku seperti zombie yang berjalan tanpa nyawa. Semua aktivitas kujalani hanya karena butuh saja, bukan karena ingin melakukannya. Tapi keadaan membuatku bertahan di tengah keterbatasan. Aku memang pernah remuk redam, tapi kini kubuktikan, aku bertahan.
"Jika proses mengikhlaskanmu adalah perjalanan, maka harus kuakui kita tak kurang dari sebuah etape panjang"

Kedekatan kita memang tak perlu dipertanyakan lagi kondisinya. Kita pernah saling mengenal sedekat pembuluh. Perjuangan kita membangun ikatan sudah beranak sekian ratus peluh. Aku hapal di luar kepala bagaimana bentuk tubuhmu, bagaimana manisnya mengecup lekukan di sisi kiri tulang belikatmu. Aku pernah jadi pecandu nomor wahid dari aroma yang menguar dari tengkukmu.
Bahkan sampai kini aku masih bisa menghapalnya dengan sedetil itu.
Kemudian kamu pergi. Hilang, lenyap dari bumi. Kata orang aku hanya harus ikhlas dan menjalani. Karena pasti yang terbaik sudah Ia siapkan di ujung ruang yang dilabeli “nanti.” Persetan! Kataku saat itu. Bagaimana bisa semudah itu mengikhlaskan hal terbaik yang pernah datang? Aku ini orang yang juga masih ingin senang!.

"Tapi kusadari kamu tak pernah hilang. Kamu 
menyublim jadi partikel udara. Dalam diam memelukku di tengah gempuran masalah yang ada"

Kata orang cinta yang tidak lantang justru cinta yang melibatkan banyak upaya juang. Kini frasa itu harus kuamini benarnya. Kita tidak pernah benar-benar mengungkapkan perasaan ‘kan? Kutahu kau menyayangiku, kaupun tahu betul aku pun begitu. Hanya saja kita sering terlampau malu untuk mengungkapkan dalamnya perasaan itu.

Tapi kehilangan kamu benar-benar membuka mataku soal berbagai lapisan kehilangan. Berpisah denganmu jelas menyakitkan. Hanya saja aku merasa kamu tidak pernah benar-benar berubah jadi ruang hampa yang tidak bisa kugenggam kapanpun aku membutuhkannya.

Dalam diam, kamu selalu ada. Menyelip di tisu yang terselip di kantung kemejaku. Atau dalam sobekan jok motor yang sudah kau ributkan harus diganti dari dulu. Pada desing motor yang ribut melintas dan mengganggu konsentrasiku, kutemukan kamu di situ.
"Perjuangan yang terus dihela adalah hadiah terbaik yang bisa kuberi. Demi kamu, aku berjanji: kamu akan terus melihatku berdiri"

Tentu saja lebih mudah menyerah pada gaya gravitasi. Terjun bebas, meretakkan tulang tengkorak dan tulang rusuk sampai benar-benar jadi serpihan sekecil atom. Tapi kutahu kamu tak akan bahagia melihatku menyerah pada keadaan. Kamu tidak pernah mendidikku untuk jadi pecundang.

Aku ingin jadi orang yang bisa membuatmu tersenyum di atas sana. Tak perlu khawatir harus sering-sering mengeluarkan tangga demi menengokku. Nikmati apa yang sudah jadi hakmu. Jalani hidup kekal yang nyaman sebagai balasan atas kebaikan-kebaikanmu. Aku bisa bertahan di sini tanpamu.

Kamu tidak akan melihatku terpuruk berlama-lama, bersedih karena kenyataan yang ada. Justru aku akan memutar otak agar kesedihan tak melumatku seperti oat encer yang rasanya kau tak suka.

Aku merindukanmu. Selalu. Hanya saja karena aku mencintaimu, akan kubuktikan kalau aku akan terus hidup tanpamu.

Adakah rasa syukur lain yang ingin kamu ungkapkan pada orang yang telah meninggalkanmu?
Previous
Next Post »
0 Komentar