Menyudahi Cerita Kita, Bukan Berarti Aku Tak Memiliki Rasa Sayang Kepadamu


Masih terekam jelas di benakku mengenai awal aku mengenalmu. Semua begitu menyenangkan hingga aku pun merasa nyaman.
Entah dari mana aku harus mengawali cerita ini. Bahkan aku tak tahu sebenarnya aku dan kamu kenapa bisa bertemu. Kau hanyalah seniorku. Ya, aku hanya tahu sebatas itu. Sampai akhirnya kau mendekatiku. Entah jurus apa yang telah kau perbuat, hingga aku dan kau menjadi begitu dekat. Setelah itu kau mengajakku jalan, dan masih ingat sekali aku tentang itu. Kau selalu membuatku tertawa dengan ceritamu, hingga kita sama-sama tidak sadar bahwa sudah pergi seharian. ya, sejauh ini aku merasa nyaman.
Kau katakan rasa nyaman, hingga aku pun terkesima dan mengatakan.
Tanpa aku sangka sebelumnya, kau menyatakan cinta. Waktu yang singkat mengenalmu ini, tak aku hiraukan karena aku yakin kau sangat baik hati. Tanpa aku perpanjang, aku pun mengiyakan. Rona bahagia nampak jelas di wajahmu kala itu. Hari-hari kita lalui dengan kehangatan mulai dari selamat pagi hingga pagi lagi.
Waktu terus berjalan hingga aku merasa kau semakin mengaturku. Aku bimbang, antara cinta dan merasa dikekang.
Mungkin memang aku yang keterlaluan dan terlalu bebas berkelakuan. Ya, mungkin begitu. Sempat aku pikir apakah semua hubungan percintaan memang begini masalahnya? Dan akhirnya aku pun menganggapnya wajar. Aku berusaha bersabar. Namun, ada satu hal yang membuatku merasa semakin lama aku tak bisa.

Aku risih setiap kali harus diserbu pertanyaan lagi dimana, sama siapa, ada cowonya tidak, ngobrol sama cowo tidak, dan sebagainya. Di balik bahagianya aku saat kita bertemu, terselip rasa kesal ketika kau menuduhku macam-macam. Awalnya aku berusaha menganggap itu semua adalah bentuk cinta, tapi tak bisakah kamu mengerti bahwa tidak semua temanku perempuan? Aku merasa kau batasi, tapi aku juga tidak ingin ku pergi.
Dan akhirnya aku akhiri. Melepasmu adalah keputusan terbaik, agar semuanya menjadi lebih baik.
Seringnya kita bertengkar membuat fokus pekerjaanku buyar. Hubungan dengan sahabat dan teman-temanku juga agak renggang. Komunikasi yang dulu terjalin menjadi susah untuk disambungkan. Ya, aku akui ini bukan salahmu. Hanyalah aku yang terlalu berlebihan menganggap berharga sebuah pertemanan.

Seringkali aku menangisi diriku sendiri, aku muak dengan diriku yang tak sebahagia dulu. Lambat laun aku menjadi kurang nyaman, rasa cintakupun kian luntur. Dan akhirnya aku akhiri. Maafkan aku, kau sama sekali tidak salah. Wajar saja seorang lelaki tak membiarkan perempuan yang dicintainya bersua dengan lelaki lain. Semoga melepasmu adalah keputusan terbaik, agar semuanya menjadi lebih baik.
Bisalah kau menuduhku macam-macam. Namun kau harus tahu, bahwa hati manusia bisa jenuh jika terus disalahkan.
Aku hanya ingin hubungan yang menjadikan kita lebih baik dari sebelumnya, bukan seperti ini. Kau sangat baik, sungguh baik, namun ada hal yang aku rasa lebih baik kita tidak bersama. Aku tidak mau ada kesedihan dalam sebuah hubungan.
Buah dikenal dari Pohonnya. Kalau Buahnya baik, pasti pohonnya baik. Kalau pohonnya Kurang baik, bagaimana mungkin buahnya akan baik?
Kutipan itu bermakna bahwa pohon itu ibarat hubungan kita, dan buah adalah efeknya. Jika efeknya dirasa kurang baik itu berarti hubungan kita kurang sehat bukan? Mungkin akan ada penyesalanku karena keputusan ini, namun aku percaya bahwa cinta tak akan kemana mana. Dan takdirpun tidak akan salah waktu. Semua akan kembali, jika dua manusia sudah digariskan untuk bersatu.

Ya, menyudahi cerita bukan berarti denganmu aku tak punya rasa cinta. Boleh saja hari ini kita akhiri. Namun bukan tidak mungkin nanti kita akan kembali. Semoga tidak akan ada lagi pertengkaran, tidak ada lagi drama, dan tidak ada lagi perdebatan. 
Percayalah, takdir tidak akan salah waktu. Semua akan kembali, jika dua manusia sudah digariskan untuk bersatu.
Previous
Next Post »
0 Komentar